Cerita Rakyat : Inyiak Tukang Letta


TUKANG LETTA
Cerita Rakyat dari daerah Pasaman Barat
Diceritakan kembali oleh : Ratmil

Sekitar tahun 1872 masehi, pada suatu hari masyarakat  bergotong-royong  membangun  sebuah masjid.  Masyarakat  nagari  Aur  Kuniang  telah berkumpul   di Jorong  Lubuak Landua.  Ratusan orang datang dari berbagai jorong dan nagari. Diantaranya Jorong Sukomananti, Jorong Padang Tujuah, Jorong Pinaga, Ophir, bahkan dari Simpang Ampek dan Kinali. Mereka hadir dari seluruh kalangan, anak-anak kecil, remaja, dan dewasa, para pemuka adat, pemuka agama dan Bundo Kanduang serta utusan dari Daulat Parik Batu, Simpang Ampek semuanya telah siap untuk bekerja sama, bahu membahu untuk membangun masjid di jorong Lubuak Landua.
Gadis-gadis dan ibu-ibu sibuk di dapur, meracik bumbu untuk memasak daging kerbau dan ayam kampung yang telah disembelih. Makan bajamba dalam kegiatan gotong-royong disetalikan dengan syukuran atas dibangunnya mesjid yang telah lama diidam-idam kan oleh orang-orang Lubuak Landua khususnyan dan masyarakan Aua Kuniang pada umumnya. Di lokasi yang sudah ditetapkan itu,  para tukang telah siap dengan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembangunan masjid. Rancangan dan motif masjid disesuaikan dengan saran dari Inyiak Buya Lubuak Landua Syekh Maulana Muhamad Basyir Bin Peto Bandaro.
Tepat di tengah lokasi tersebut, sebuah kayu besar dengan diameter melebihi luas pagutan orang dewasa, dan panjangnya juga lebih sepuluh depa orang dewasa telah siap untuk ditegakkan. Kayu tersebut telah dikuliti dan dihaluskan bagian-perbagianya. Ujung kayunya telah bersih dipahati dan dilobangi. Kayu itu sejenis kayu Banio yang dibawa dari lereng Gunung Pasaman. Kayu pilihan Tukang Letta yang di percaya kualitasnya dan sangat kuat, tidak dimakan rayab, berkilat dan tahan lama. Kayu yang di pilih itu syaratnya adalah harus lurus, tidak sedang berbunga atau berbuah, burung tidak ada yang bersarang di situ dan sebagainya.
Tukang Letta adalah tukang rumah yang merantau ke Sasak, yang berasal dar Lohong, Sungai Limau, Pariaman. Istri beliau bernama Adam Sori. Adam Sori merupakan Istrinya yang ke empat, Adam Sori tergolong usia muda perbedaan umur mereka sangat jauah Tukang Letta berumur sekitar 70 an sedangkan Adam Sori berumur sekitar 20 an.  Semula mereka tinggal di  Sasak, karena banyak permintaan pembangunan rumah di Aur Kuning, mereka pindah ke Pinagar. Tukang Letta dan istrinya Adam Sori. Dia terkenal dengan kepiawaiannya membangun rumah dan memiliki ilmu yang sangat tinggi. Dan mereka adalah keluarga yang rendah hati. Mereka disegani masyarakat. Begitu banyak permintaan pembangunan rumah kayu pada Tukang Letta ini.
Pada kayu besar itu telah dililitkan tali yang terbuat dari akar berpilin sebagai penarik untuk menegakkan tonggak utama dalam pembangunan Mesjid Lubuk Landua. Untuk mendirikan kayu dengan ukuran sebesar itu dilakukan secara manual, tradisional dan gotong royong. Setiap kali orang-orang yang bergotong-royong berusaha menegakkan kayu itu selalu gagal. Segala upaya telah dilakukan. Bahkan berkali-kali pula tali penarik itu putus. Jika di hitung jumlah, lebih dari tujuh kali berturut-turut usaha keras mereka mendirikan kayu tersebut, namun tetap tidak berhasi, karena teramat berat beban kayu itu. Terangkat sedikit kemudian jatuh kembali, seakan-akan belum mau untuk ditegakkan. Begitulah yang mereka kerjakan berulang kali.





 Inyiak Mialah Rajo Bingkalang yang ikut hadir pada saat itu menyarankan kepada Inyiak Baliau Buya Lubuak Landua Syekh Maulanan Muhammad Basyir agar dihadirkan Tukang Letta untuk membantu mendirikannya.
Mialah Rajo Bingkalang menceritakan kepada pada Buya, bahwa : “pada waktu pemasangan Lansia Jembatan Kampung Lambah dulu, kurang satu meter, sehingga kayu lansia itu tidak bisa digunakan, dan masyarakat Pinagar ini menjadi malu, karerna kayu itu menjadi tanggung jawab masyarakat kejorongan Pinagar. Maka Inyiak Tukang Letta lah yang memanjangkannya atas izin Allah, yaitu dia bungkus dengan kain putih dan dia siram dengan air limau, setelah kain putih pembungkus itu dibuka Alhamdulillah kayu itu menjadi panjang dan pas ukurannya untuk lansia jembatan Kampung Lambah, bagaimana menurut Buya?. 
Inyiak Baliau menangggukkan kepalanya menyatakan setuju agar Tukang Letta dimintakan bantuannya. Buya mengirimkan utusan untuk menemui Tukang Letta.
“Assalamu’alaikum Nyiak” kata utusan dari Lubauk Landua memberi salam kepada sosok orang tua yang berumur sekitar 70 tahun. Walaupun usianya setua itu, namun beliau masih tegap dan kokoh. Wajahnya bersih, bercahaya dan berambut ikal.
“Waalaikumussalam” jawab Tukang Letta.
Ia menghentikan pekerjaannya sedang membelah kayu.  Sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya kepada utusan untuk bersalaman. kemudian mempersilahkan utusan tersebut untuk duduk.
Beberapa saat kemudian Tukang Letta masuk kerumahnya dan menyuruh  istrinya Adam Sori untuk membuatkan air minum untuk tamu dan suaminya.
“Minumlah dahulu, tuan-tuan pasti sudah berjalan jauh pasti penat dan haus!”  Kata istri Tukang Letta dengan ramahnya. Begitulah adat Minang mewariskan nilai-nilai tradisi yang di junjung tinggi oleh masyarakatnya,  “Sumbang Tanyo” namanya menurut adat. apa bila tamu ditanya sebelum dia dilayani degan baik. Adat menyuruh agar setiap tamu disiruh duduk dan disuguhi makanan atau minuman terlebih dahulu, setelah tamu minum baru bertanya maksud ke datangannya sebagiamana pepatah mengatakan “batanyo salepah arak barundiang sasudah makan”
“Tuan-tuan dari jauh datang kesini, kira-kira membawa berita apakah gerangan?” Tanya Tukang Letta.
“Betul nyiak, kedatangan kami kesini menyampaikan pesan dan salam Inyiak Buya Lubuak Landua”. Jawab utusan tersebut
“Waalaihissalam warahmah” jawab Tukang Letta setengah berbisik.
“Beliau berpesan, inyiak dimohonkan hadir dalam gotong-royong pembuatan masjid di Lubuak Landua, nyiak” Kata utusan itu.
“Seluruh orang yang hadir bergotong-royong telah berusaha keras menegakkan tongggak tuo, yang kayunyo inyiak yang mencariannyo ka bukit Ophir hari tu, namun tak sekalipun berhasil mengangkatnya, Karena terlalu berat Nyiak” lanjutnya.
“Kapan gotong-royong itu?” tanya Tukang Letta
“Sedang berlansung nyiak” jawabnya
“Oh.! Insya Allah, baiklah!”
Beliau mengemasi perkakas dan mintak izin pada istrinya, beliau akan pergi ikut bergotong-royong ke Lubuak Landua.
“Kami dari Lubuk Landua, nek. Menyampaikan pesan dari Inyiak Buya, minta bantuan Inyiak untuk mendirikan tonggak tuo mesjid Lubuak Landua,  Mak.”
“kalau untuk masjid itu adalah tanggung jawab kita bersama ” kata Adam Sori.
“Habiskanlah minuman tu dulu nak baru kita berangkat” ajak Tukang Letta. Setelah mereka minum dan berbincang ringan sebentar, maka tukang letta berdiri memberi isyarakat segera berangkat.
“Baca Bismillah…pegang tanganku dan tutup mata kalian, rapatkan bibir, lidah tempelkan ke langit-langit dan jiwa kalian mendekat dan pasrahkan pada Allah, sambal berzikir Allah .. Allah…di dalam hati kalian” lanjut perintah Tukang Letta.
Utusan dari lubuk landua itu mematuhi apa yang diperintahkan Tukang Letta, hatinya bertanya-tanya kenapa pegang tangan segala, tutup mata pula lagi, tapi mereka tetap mematuhinya, tak berani membantah orang tua Tukang Letta yang memiliki kesaktian itu.
“Sekarang silahkan buka mata kalian” Perintah Tukang Letta
Alangkah terkejut para utusan, tiba-tiba mereka telah berada di Lubuk Landua. Padahal dalam perjalanan sebelumnya mereka harus menempuh jarak 4 km, berjalan lebih kurang 1 jam ke Pinagar. Namun kali ini mereka sudah tida hanya dalam sekejap mata.
“Masya Allah, luar biasa” kata utusan itu seakan tidak percaya
“Apakah aku bermimpi?” tukasnya sambal berpandangan penuh keheranan.

  
Tukang Letta menuju ketempat Inyiak Buya Lubuk Landua Syekh Maulana Muhammad Basyir dan mereka bersalaman, meraka adalah sahabat lama. Ia mohon izin dan restu dari Buya. Kemudian Tukang Letta memeriksa ikatan tali dan lobang tanah tempat dasar tonggak utama didirikan. Sesudah itu memegang ujung tali tersebut. Ia menadahkan tangan berdoa pada Allah dan mengajak masyarakat yang melihat ikut membaca, “Bismillahi, Allahu Akbar” bersama-sama.



Seluruh masyarakat serius sambila membaca “Allahu Akbar” mereka memperhatikan apa yang dilakukan si tukang letta. Perlahan-lahan Tukang Letta mulai menarik ujung tali tersebut. Tonggak perlahan-lahan berdiri, kemudian si tukang letta lanjut menarik tali hingga tonggak itu berdiri tegak sesuai dengan yang direncanakan.
Masyakarat histeris meneriakkan takbir dan hamdalah menyaksikan keajaiban tersebut. Masyarakat berdecak kagum, dan memuji Tukang Letta.
“Yang baru saja yang tuan-tuan saksikan ini, terjadi hanya karena izin Allah, dan atas kehendak NYA semata-mata, bukan karena saya” katanya menjelaskan.
Kemudian dengan hati yang masih menyimpan decak kagum tersebut, masyarakat melanjutkan gotong-royong pembuatan masjid tersebut. Dengan semangat yang bertambah besar karena telah menyaksikan kekuasaan Allah menyertai kerja mereka. Hingga akhirnya dalam waktu yang tidak lama masjid baru telah selesai dan bisa digunakan oleh masyarakat untuk beribadah.
Pada waktu istirahat sambal duduk-duduk, Mialah Rajo Bingkalang mendekat ke Tukang Letta dan bertanya setengah berbisik, “Nyiak apo rahasionyo Inyiak bisa maangkek dan managakan kayu tonggak tuo ko dengan mudah? nyiak”
“ah.. indak ado rahasionya doh Bingkalang, sadonyo tu ateh izin Allah Ta’ala” jawab Tukang  Letta.
“Sudah pasti tu Nyiak, nan ambo mukasuik, baa caronyo tu Nyiak?”
“Caronyo partamo kanduaan dulu saluruah otot sarato pikiran awak, kaduo amati nafas awak ko, inyo kalua masuak indak di parintah inyo tetap mahirup udaro jo mengaluannyo, katigo rasoan nafas nan kalua masuak tu pasti ado nan mandorong kalua jo nan manariak kadalam fokuskan ka raso nan mandorong jo manariak paru paru awak tu, kalau alah tarasao mantap baco dalam hati Hu katiko nafas mahelo dan baco Allah kutiko nafas kalua sambia mandekek atau maraso mandakek ka Allah kalau alah taraso sangaik dakek tu, mako manyanda ka Inyo sambia mamasrahan diri, itu nan ambo taunyoh Bingkalang”. Jawab Tukang Letta. “latiahlah tu acok-acok dan taruih manaruih… Bingkalang” lanjutnya.
Sesuai dengan cerita dari masyarakat tentang tukang letta. Bahwa beliau memiliki keramah karena karunia Allah padanya. Beliau adalah orang yang selalu berbuat jujur pada tiap keadaan, selalu menjaga kebersihan hati melalui zikir dalam tiap tarikan nafas dan denyutan jantung. Kata Mak Adam Sori ketika tidur pulas dia sering mendengar Inyiak berzikir sambil tidur, bacaan Hu ketika di menghela nafas dan bacaan Allah ketika mengeluarkan nafas, padahal Inyiak Tukang Letta sedang tidur pulas.  
Murid-muridnya mendapat ajaran dari Inyiak Tukang Letta bahwa sebagai manusia dan sebagai makhluk ciptaan Allah, sudah seharusnya apa yang kita lakukan dalam hidup tidak melepaskan sandaran kepada Allah. Apa yang kitarasakan, apa yang kita lihat dan apa yang kita dengar hakekatnya Allah tetap bersamanya.
Tukang Letta juga memiliki kemampuan ilmu untuk membuka Paku yang tertanam di kayu hanya dengan mencabutnya dengan ujung jarinya saja. Kejadian ini pernah diceritakan oleh salah seorang pemilik rumah di Batang Biyu Simpang Empat, meminta Tukang Letta agar memperbaiki rumahnya dan ada bagian tertentu yang ditukar. Tukang Letta memperbaiki rumah itu dengan cepat sekali, hanya 1 hari saja, atap rumah seng itu selesai diganti, ternyata hanya dia cabut dengan ujung jari saja.
Istri beliau, Adam Sori juga mempunyai sebuah kelebihan. Kalau beliau pulang dari sasak, hampir bisa dipastikan, beliau membawa lokan dengan jumlah yang sangat banyak. Beliau mensedekahkannya juga dan membagi-bagikannya kepada tetangga dan masyarakat sekitar rumahnyanya.
Adam Sori mendapat lokan yang begitu banyak itu dengan meyelam kedalam air muaro di sasak itu dan biasanya dia memanggil bantuan dari Buaya Putih Daguak. Buaya itu di panggilnya ketika beliau hendak menyelam. terdengar kabar bahwa dibawah perut buaya itu tidur dan berendam beralaskan lokan. banyak sekali lokan berkumpul dan berkembang biak. Lokan yang diambil Amak  Adam Sori itu lebih banyak yang disedekahkan dari pada yang dia jual.
Pada suatu hari Tukang Letta, berkata pada istrinya:
“Umur saya suya sudah tua, rasanya tidak berapa lama lagi saya hidup di dunia in. Saya sudah sangat rindu sekali ingin bertemu dengan Allah dan Junjungan ku Rasulullah” katanya dengan sangat yakin dan wajahnya kelihatan senang.
Kemudian Tukang Letta mengajaknya untuk pindah ke kampung halamannya di Lohong Sungai Limau. Dia ingin dikuburkan di tanah kelahirannya.
Pada tahun 1930 dalam usia sakitar 130 tahun Tukang Letta menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam keadaan tenang. Sesuai dengan permintaanya dia dikebumikan di Lohong, Sungai Limau, Pariaman. Dia meninggalkan 1 orang isteri yaitu Adam Sori dan 2 orang anak yang masih kecil yaitu Nurhama dan Bustami.
Demikianlah cerita rakyat tentang Tukang Letta, yang disusun dari uraian yang disampaikan oleh beberapa orang nara sumber antara lain, Nenek Siti Malia, Umak Puteri, Pak Buyuang Kabun, dan Buya Syeh Abdul Majid.
Dari cerita ini ada beberapa pembelajan dan contoh karakter yang bisa kita ambil antara lain: (1). Tukang Letta mencotohkan kerendahan hatinya “bahwa dia tidak memiliki kemampuan apa-apa, semua ini terjadi karena atas izin Allah semata” seharusnyalah kita memakai sifat tidak sombong, karena berapapun tingginya ilmu kita, sebenarnya itu semua adalah milik Allah SWT semata; (2). Kebersihan hati dan pikiran adalah salah satu kepribadian yang perlu kita pakai, orang yang bersih hati dana pikirannya itu lah yang paling disukai oleh Allah dan sering dikarunia oleh Allah kelebihan tertentu.

Komentar

Postingan Populer