Cerita Rakyat : Inyiak Tukang Letta
TUKANG LETTA
Cerita Rakyat dari daerah Pasaman Barat
Diceritakan kembali oleh : Ratmil
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNulQVTE3slMAgBIe4QxonqNJDaUmTHQ1lm56Wokozhid99MnyTJQj69wc571PQJsDtIbd4fJHEPAfrlqBBKzOjwvYGpcDpay08eDfwMmOQLwBuq90WMIGgg1FEnv0FLGnHlgqKp8qU0mE/s320/bustamiok.jpg)
Gadis-gadis dan ibu-ibu sibuk
di dapur, meracik bumbu untuk memasak daging kerbau dan ayam kampung
yang telah disembelih. Makan bajamba dalam kegiatan gotong-royong disetalikan dengan syukuran atas dibangunnya mesjid yang telah lama diidam-idam kan oleh orang-orang Lubuak Landua khususnyan dan masyarakan Aua Kuniang pada
umumnya. Di lokasi yang sudah ditetapkan itu, para tukang telah siap dengan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembangunan masjid. Rancangan dan motif masjid disesuaikan dengan saran dari Inyiak Buya Lubuak Landua Syekh Maulana Muhamad Basyir Bin Peto Bandaro.
Tepat di tengah lokasi tersebut, sebuah kayu besar dengan
diameter melebihi luas pagutan orang dewasa, dan panjangnya juga lebih sepuluh depa orang dewasa telah siap untuk ditegakkan. Kayu tersebut telah dikuliti dan dihaluskan bagian-perbagianya. Ujung kayunya telah bersih dipahati dan dilobangi. Kayu itu sejenis kayu Banio yang dibawa dari lereng Gunung Pasaman. Kayu pilihan
Tukang Letta yang di percaya kualitasnya dan sangat kuat, tidak dimakan rayab, berkilat dan tahan lama. Kayu yang di pilih itu syaratnya adalah harus
lurus, tidak sedang berbunga atau berbuah, burung tidak ada yang bersarang di
situ dan sebagainya.
Tukang Letta adalah tukang rumah yang merantau ke Sasak, yang berasal dar Lohong, Sungai Limau,
Pariaman. Istri beliau bernama Adam Sori. Adam Sori
merupakan Istrinya yang ke empat, Adam Sori tergolong usia muda perbedaan umur
mereka sangat jauah Tukang Letta berumur sekitar 70 an sedangkan Adam Sori
berumur sekitar 20 an. Semula mereka tinggal di Sasak, karena banyak permintaan pembangunan rumah di Aur Kuning, mereka pindah ke Pinagar. Tukang Letta dan istrinya
Adam Sori. Dia terkenal dengan kepiawaiannya membangun rumah dan memiliki ilmu yang sangat tinggi. Dan mereka adalah keluarga yang rendah hati. Mereka disegani masyarakat. Begitu banyak permintaan pembangunan rumah kayu pada Tukang Letta ini.
Pada kayu besar itu telah dililitkan tali yang terbuat dari akar berpilin sebagai penarik untuk menegakkan tonggak utama dalam pembangunan Mesjid Lubuk Landua. Untuk mendirikan kayu dengan ukuran sebesar itu dilakukan secara
manual, tradisional dan gotong royong. Setiap kali orang-orang yang
bergotong-royong berusaha menegakkan kayu itu selalu gagal. Segala upaya telah dilakukan. Bahkan berkali-kali pula tali penarik itu putus. Jika
di hitung jumlah, lebih dari tujuh kali berturut-turut usaha keras mereka mendirikan kayu tersebut, namun tetap
tidak berhasi, karena teramat berat beban kayu itu. Terangkat sedikit kemudian jatuh kembali, seakan-akan belum mau
untuk ditegakkan. Begitulah yang mereka kerjakan berulang kali.
Inyiak Mialah Rajo Bingkalang yang ikut hadir pada saat itu menyarankan kepada
Inyiak Baliau Buya Lubuak Landua Syekh
Maulanan Muhammad Basyir
agar dihadirkan Tukang Letta untuk membantu mendirikannya.
Mialah Rajo Bingkalang
menceritakan kepada pada Buya, bahwa : “pada waktu pemasangan Lansia Jembatan
Kampung Lambah dulu, kurang satu meter, sehingga kayu lansia itu tidak bisa
digunakan, dan masyarakat Pinagar ini menjadi malu, karerna kayu itu menjadi
tanggung jawab masyarakat kejorongan Pinagar. Maka Inyiak Tukang Letta lah yang
memanjangkannya atas izin Allah, yaitu dia bungkus dengan kain putih dan dia
siram dengan air limau, setelah kain putih pembungkus itu dibuka Alhamdulillah
kayu itu menjadi panjang dan pas ukurannya untuk lansia jembatan Kampung Lambah,
bagaimana menurut Buya?.
Inyiak Baliau menangggukkan kepalanya menyatakan setuju agar Tukang Letta dimintakan
bantuannya. Buya mengirimkan utusan untuk menemui Tukang Letta.
“Assalamu’alaikum Nyiak”
kata utusan dari Lubauk Landua memberi salam kepada sosok
orang tua yang berumur sekitar 70 tahun. Walaupun usianya setua itu, namun beliau masih tegap dan kokoh. Wajahnya bersih, bercahaya dan berambut ikal.
“Waalaikumussalam”
jawab Tukang Letta.
Ia menghentikan pekerjaannya sedang membelah kayu. Sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya kepada utusan untuk bersalaman. kemudian mempersilahkan utusan tersebut untuk duduk.
Beberapa saat kemudian Tukang Letta masuk kerumahnya dan menyuruh istrinya Adam Sori untuk membuatkan air minum untuk tamu dan suaminya.
“Minumlah dahulu, tuan-tuan pasti sudah berjalan jauh pasti penat dan haus!” Kata istri Tukang Letta dengan ramahnya. Begitulah adat Minang mewariskan nilai-nilai
tradisi yang di junjung tinggi oleh masyarakatnya, “Sumbang
Tanyo” namanya menurut adat. apa bila tamu ditanya sebelum dia dilayani
degan baik. Adat menyuruh agar setiap tamu disiruh duduk dan disuguhi makanan
atau minuman terlebih dahulu, setelah tamu minum baru bertanya maksud ke
datangannya sebagiamana pepatah mengatakan “batanyo salepah arak barundiang sasudah
makan”
“Tuan-tuan dari jauh datang kesini, kira-kira membawa berita apakah gerangan?” Tanya Tukang Letta.
“Betul nyiak, kedatangan kami kesini menyampaikan pesan dan salam Inyiak Buya Lubuak Landua”. Jawab utusan tersebut
“Waalaihissalam warahmah” jawab Tukang Letta setengah berbisik.
“Beliau berpesan, inyiak dimohonkan hadir dalam gotong-royong pembuatan masjid di Lubuak Landua, nyiak” Kata utusan itu.
“Seluruh orang yang
hadir bergotong-royong telah berusaha keras menegakkan tongggak tuo, yang kayunyo inyiak yang
mencariannyo ka bukit Ophir hari tu, namun tak sekalipun berhasil mengangkatnya, Karena terlalu berat
Nyiak” lanjutnya.
“Kapan gotong-royong itu?” tanya Tukang Letta
“Sedang berlansung nyiak” jawabnya
“Oh.! Insya Allah, baiklah!”
Beliau mengemasi perkakas dan mintak izin pada istrinya, beliau akan pergi ikut bergotong-royong ke Lubuak Landua.
“Kami dari Lubuk Landua, nek. Menyampaikan pesan dari Inyiak Buya, minta bantuan Inyiak untuk mendirikan tonggak tuo mesjid Lubuak
Landua, Mak.”
“kalau untuk masjid itu adalah tanggung jawab kita bersama
” kata Adam Sori.
“Habiskanlah minuman tu
dulu nak baru kita berangkat” ajak Tukang Letta. Setelah mereka minum dan
berbincang ringan sebentar, maka tukang letta berdiri memberi isyarakat segera
berangkat.
“Baca Bismillah…pegang tanganku dan tutup mata
kalian, rapatkan bibir, lidah tempelkan ke langit-langit dan jiwa kalian mendekat
dan pasrahkan pada Allah, sambal berzikir Allah .. Allah…di dalam hati kalian”
lanjut perintah Tukang Letta.
Utusan dari lubuk
landua itu mematuhi apa yang diperintahkan Tukang Letta, hatinya bertanya-tanya
kenapa pegang tangan segala, tutup mata pula lagi, tapi mereka tetap
mematuhinya, tak berani membantah orang tua Tukang Letta yang memiliki
kesaktian itu.
“Sekarang silahkan buka mata kalian” Perintah Tukang Letta
Alangkah terkejut para utusan, tiba-tiba mereka telah berada di Lubuk Landua. Padahal dalam perjalanan sebelumnya mereka harus menempuh jarak
4 km, berjalan lebih kurang 1 jam ke Pinagar. Namun kali ini mereka sudah
tida hanya dalam sekejap mata.
“Masya Allah, luar biasa” kata utusan itu seakan tidak percaya
“Apakah aku bermimpi?” tukasnya sambal berpandangan penuh
keheranan.
Tukang Letta menuju ketempat Inyiak Buya Lubuk Landua Syekh Maulana Muhammad Basyir dan mereka bersalaman, meraka adalah sahabat
lama. Ia mohon izin dan restu dari Buya. Kemudian Tukang Letta memeriksa ikatan tali dan lobang tanah tempat dasar tonggak utama didirikan. Sesudah itu memegang ujung tali tersebut. Ia menadahkan tangan berdoa pada Allah dan mengajak masyarakat yang melihat ikut membaca, “Bismillahi, Allahu Akbar” bersama-sama.
Seluruh masyarakat serius sambila
membaca “Allahu Akbar” mereka memperhatikan apa yang dilakukan si tukang letta. Perlahan-lahan Tukang Letta mulai menarik ujung tali tersebut. Tonggak perlahan-lahan berdiri, kemudian si tukang letta lanjut menarik tali hingga tonggak itu berdiri tegak sesuai dengan yang direncanakan.
Masyakarat histeris meneriakkan takbir dan hamdalah menyaksikan keajaiban tersebut. Masyarakat berdecak kagum, dan memuji Tukang Letta.
“Yang baru saja yang tuan-tuan saksikan ini, terjadi hanya karena izin
Allah, dan atas kehendak NYA semata-mata,
bukan karena saya” katanya menjelaskan.
Kemudian dengan hati yang masih menyimpan decak kagum tersebut,
masyarakat melanjutkan gotong-royong pembuatan masjid tersebut. Dengan semangat yang bertambah besar karena telah menyaksikan kekuasaan Allah menyertai kerja mereka. Hingga akhirnya dalam waktu yang tidak lama masjid baru telah selesai dan bisa digunakan oleh masyarakat untuk beribadah.
Pada waktu istirahat
sambal duduk-duduk, Mialah Rajo Bingkalang mendekat ke Tukang Letta dan
bertanya setengah berbisik, “Nyiak apo rahasionyo Inyiak bisa maangkek dan
managakan kayu tonggak tuo ko dengan mudah? nyiak”
“ah.. indak ado
rahasionya doh Bingkalang, sadonyo tu ateh izin Allah Ta’ala” jawab Tukang Letta.
“Sudah pasti tu Nyiak,
nan ambo mukasuik, baa caronyo tu Nyiak?”
“Caronyo partamo kanduaan
dulu saluruah otot sarato pikiran awak, kaduo amati nafas awak ko, inyo kalua
masuak indak di parintah inyo tetap mahirup udaro jo mengaluannyo, katigo rasoan
nafas nan kalua masuak tu pasti ado nan mandorong kalua jo nan manariak kadalam
fokuskan ka raso nan mandorong jo manariak paru paru awak tu, kalau alah
tarasao mantap baco dalam hati Hu katiko nafas mahelo dan baco Allah kutiko
nafas kalua sambia mandekek atau maraso mandakek ka Allah kalau alah taraso
sangaik dakek tu, mako manyanda ka Inyo sambia mamasrahan diri, itu nan ambo
taunyoh Bingkalang”. Jawab Tukang Letta. “latiahlah tu acok-acok dan taruih
manaruih… Bingkalang” lanjutnya.
Sesuai dengan cerita dari masyarakat tentang tukang letta. Bahwa beliau memiliki keramah karena karunia Allah padanya. Beliau adalah orang yang selalu berbuat jujur pada tiap keadaan, selalu menjaga kebersihan hati melalui zikir dalam tiap tarikan nafas dan denyutan jantung. Kata Mak Adam Sori ketika
tidur pulas dia sering mendengar Inyiak berzikir sambil tidur, bacaan Hu ketika
di menghela nafas dan bacaan Allah ketika mengeluarkan nafas, padahal Inyiak
Tukang Letta sedang tidur pulas.
Murid-muridnya mendapat ajaran dari Inyiak Tukang Letta bahwa sebagai manusia dan sebagai makhluk ciptaan Allah, sudah seharusnya apa yang kita lakukan dalam hidup tidak melepaskan sandaran kepada Allah. Apa yang kitarasakan,
apa yang kita lihat dan apa yang kita dengar hakekatnya Allah tetap bersamanya.
Tukang Letta juga
memiliki kemampuan ilmu untuk membuka Paku yang tertanam di kayu hanya dengan
mencabutnya dengan ujung jarinya saja. Kejadian ini pernah diceritakan oleh
salah seorang pemilik rumah di Batang Biyu Simpang Empat, meminta Tukang Letta
agar memperbaiki rumahnya dan ada bagian tertentu yang ditukar. Tukang Letta
memperbaiki rumah itu dengan cepat sekali, hanya 1 hari saja, atap rumah seng
itu selesai diganti, ternyata hanya dia cabut dengan ujung jari saja.
Istri beliau, Adam Sori juga mempunyai sebuah kelebihan. Kalau beliau pulang dari sasak, hampir bisa dipastikan, beliau membawa lokan dengan jumlah
yang sangat banyak. Beliau mensedekahkannya juga dan membagi-bagikannya kepada tetangga dan masyarakat sekitar rumahnyanya.
Adam Sori mendapat lokan yang begitu banyak itu dengan meyelam kedalam air muaro di sasak itu dan
biasanya dia memanggil bantuan dari Buaya Putih Daguak. Buaya itu di panggilnya ketika beliau hendak menyelam. terdengar kabar bahwa dibawah perut buaya itu tidur dan berendam beralaskan lokan. banyak sekali lokan berkumpul dan berkembang biak. Lokan yang diambil Amak Adam Sori itu lebih banyak yang disedekahkan
dari pada yang dia jual.
Pada suatu hari Tukang
Letta, berkata pada istrinya:
“Umur saya suya sudah
tua, rasanya tidak berapa lama lagi saya hidup di dunia in. Saya sudah sangat
rindu sekali ingin bertemu dengan Allah dan Junjungan ku Rasulullah” katanya
dengan sangat yakin dan wajahnya kelihatan senang.
Kemudian Tukang Letta mengajaknya
untuk pindah ke kampung halamannya di Lohong Sungai Limau. Dia ingin dikuburkan
di tanah kelahirannya.
Pada tahun 1930 dalam
usia sakitar 130 tahun Tukang Letta menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam
keadaan tenang. Sesuai dengan permintaanya dia dikebumikan di Lohong, Sungai
Limau, Pariaman. Dia meninggalkan 1 orang isteri yaitu Adam Sori dan 2 orang
anak yang masih kecil yaitu Nurhama dan Bustami.
Demikianlah cerita
rakyat tentang Tukang Letta, yang disusun dari uraian yang disampaikan oleh
beberapa orang nara sumber antara lain, Nenek Siti Malia, Umak Puteri, Pak
Buyuang Kabun, dan Buya Syeh Abdul Majid.
Dari cerita ini ada
beberapa pembelajan dan contoh karakter yang bisa kita ambil antara lain: (1).
Tukang Letta mencotohkan kerendahan hatinya “bahwa dia tidak memiliki kemampuan
apa-apa, semua ini terjadi karena atas izin Allah semata” seharusnyalah kita
memakai sifat tidak sombong, karena berapapun tingginya ilmu kita, sebenarnya
itu semua adalah milik Allah SWT semata; (2). Kebersihan hati dan pikiran
adalah salah satu kepribadian yang perlu kita pakai, orang yang bersih hati
dana pikirannya itu lah yang paling disukai oleh Allah dan sering dikarunia
oleh Allah kelebihan tertentu.
Komentar
Posting Komentar